Selasa, 03 November 2015

Penjabaran Pansacila dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945


-          Presiden Soekarno pernah berkata “janganlah sekali-kali melupakan sejarah”. Arus  sejarah
memperlihatkan  dengan  nyata  bahwa semua  bangsa  memerlukan  suatu  konsepsi  dan  cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan citacita  itu menjadi  kabur  dan usang,  maka  bangsa  itu  adalah dalam  bahaya  (Soekarno,  1989:  64).
-        Suatu negara dapat mencapai kebesaran   jika bangsa  itu mempercayai  sesuatu,  dan  sesuatu  yang  dipercayainya  itu memiliki  dimensi-dimensi  moral  guna  menopang peradaban besar” (Madjid dalam Latif, 2011: 42)
-                                   Ideologi Pancasila tidak hanya sekedar “confirm and deepen” tetapi adalah identitas Bangsa Indonesia sendiri sepanjang masa

      I. PANCASILA PRASEJARAH
-                           Pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan dari tanggal  29  Mei - 1  Juni  1945,  tampil  berturut-turut  untuk berpidato  menyampaikan usulannya tentang dasar  negara. Pada  tanggal  29  Mei  1945  Mr. Muhammad  Yamin  mengusulkan calon  rumusan  dasar  negara Indonesia sebagai berikut:
1)      Peri Kebangsaan, 
2)      Peri Kemanusiaan,
3)      Peri Ketuhanan,
4)      Peri Kerakyatan dan
5)      Kesejahteraan Rakyat.
-          Selanjutnya Prof. Dr. Soepomo pada tanggal  30 Mei 1945  mengemukakan  teori-teori Negara,
 yaitu:
1)      Teori  negara  perseorangan  (individualis),
2)      Paham  negara  kelas  dan 
3)      Paham  negara  integralistik.
-          Kemudian  disusul  oleh  Ir.  Soekarno       pada tanggal  1  Juni 1945  yang  mengusulkan  lima  sdasar  negara  yang  terdiri dari: 
1)      Nasionalisme  (kebangsaan  Indonesia), 
2)      Internasionalisme  (peri  kemanusiaan), 
3)      Mufakat (demokrasi), 
4)      Kesejahteraan  sosial,  dan 
5)      Ketuhanan Yang Maha Esa (Berkebudayaan)
-                           Dan karena terjadinya perdebatan dalam rumusan sila pertama yang menjurus kepada keyakinan agama islam, maka terjadi perubahan dari “…dengan  kewajiban  menjalankan  syariat Islam  bagi  pemeluk-pemeluknya”  menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”

                                          
II.  PANCASILA ERA KEMERDEKAAN
-                          Indonesia memanfaatkan peristiwa menyerahnya Jepang untuk mewujudkan kemerdekaan.
-      Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI berubah menjadi PPKI dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia
-          Tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perdebatan antara golongan tua dan golongan muda dalam penyusuna teks proklamasi.
-          Konsep dari proklamasi itu sendiri, disusun oleh Ir. Soekarno,Muh Hatta serta Mr. Ahmad Soebardjo.
-          Isi proklamasi kemerdekaan, sesuai dengan semangat yang tertuang pada Piagam Jakarta.
-          Pada tanggal 18 Agustus 1945, Piagam Jakarta di sah kan oleh PPKI untuk menjadi pembukaan UUD 1945
-          Dua Pandangan Yang Memunculkan Adanya Dekrit Presiden:
1)    Memenuhi “anjuran” Presiden/ Pemerintah untuk “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara.
2)   Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara.
Namun, kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante

 III. PANCASILA ERA ORDE LAMA
-      Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden
-          DEKRIT PRESIDEN
Disetujui oleh kabinet pada tanggal 3 juli dan dirumuskan di bogor pada tanggal 4 juli dan dimumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 juli 1959; isi dekrit presiden:
1)      Pembubaran konstituante;
2)      Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku;
3)      Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat
-          17 agustus 1959, presiden soekarno berpidato dengan yang berjudul “penemuan kembali revolusi kita” berisi tentang manifesto politik atau manipol dikukuhkan dalam Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 tahun 1960 dan Ketetapan MPRS No. 1/MPRS1960 tentang GBHN (Ali, 2009: 30).
-       Pidato presiden menyebabkan gerilya yang dilakukan oleh kelompok yang salah paham dan berbeda haluan antara PKI dan gerakan anti komunis yang sama-sama menggunakan pancasila sebagai paham yang mereka anut, yang kemudian menyebabkan lengsernya presiden soekarno dan berakhirnya orde lama
                                      
 IV.  PANCASILA ERA ORDE BARU
-       
          Masa orde baru adalah masa kepemerintahan presiden Soeharto. Pada masa ini, pemahaman terhadap pancasila mulai diperbaiki.
-                Pada tanggal 1 Juni 1967, presiden Soeharto mengatakan, “  pancasila makin banyak mengalami ujian zaman. Dan makin bulat tekad kita mempertahankan pancasila.” selain itu Soeharto juga menambahkan bahwa “ pancasila sama sekali bukan sekedar semboyan untuk di kumandangkan, dan juga bukan sekedar falsafah negara yang sekedar di keramatkan dalam naskah Uud, melainkan pancasila harus di amalkan.”
-          Pada tahun 1968, presiden Soeharto mengeluarkan instruksi presiden no 12 thun 1968, yang menjadi panduan dalam pengucapan pancasila sebagai dasar negara. Yaitu
1)      ketuhanan yang maha esa
2)      kemanusiaan yang adil dan beradab
3)      persatuan Indonesia
4)      kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)      keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
                                         
V.  ERA REFORMASI
-          
P         Pada era ini pancasila di tetapkan menjadi sumber hukum, yaitu dalam ketetapan MPR  Nomor  III/MPR/2000 Pasal  1  Ayat (3) yang menyebutkan, “Sumber  hukum  dasar  nasional  adalah  Pancasila sebagaimana  yang  tertulis  dalam  Pembukaan Undang-Undang  Dasar  1945,  yaitu  Ketuhanan Yang  Maha  Esa,  Kemanusiaan  yang  adil  dan beradab,  Persatuan  Indonesia,  dan  Kerakyatan yang  dipimpin oleh  hikmat  kebijaksanaan  dalam permusyawaratan/perwakilan,  serta  dengan mewujudkan  suatu  Keadilan  sosial  bagi  seluruh Rakyat  Indonesia,  dan  batang  tubuh  UndangUndang Dasar 1945”.
-          Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
-          Makna penting dari kajian historis pancasila ini adalah untuk menjaga eksistensi negara kesatuan RI. Karna itulah seluruh komponen bangsa harus menghayati dan melaksanakan pancasila, baik sebagai dasar negara maupun sebagai pandangan hifdup bangsa dengan berpedoman kepada nilai-nilai pancasila dan pembukaan Uud 1945 dan menaati pasal-pasal UUD 1945.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
-          Merupakan hasil pergumulan pemikiran para pendiri negara (The Founding Fathers) untuk menemukan landasan atau pijakan yang kokoh untuk di atasnya didirikan Negara Indonesia merdeka. Sejak dekade 1920-an pelbagai kreativitas intelektual mulai digagas sebagai usaha mensintesiskan aneka ideologi dan gugus pergerakan dalam rangka membentuk “blok historis” (blok nasional) bersama demi mencapai kemerdekaan.
-          SIDANG BPUPKI
1)   Pertama, mulai 29 Mei sampai 1 Juni 1945; tercetuslah dasar Negara oleh Mr.Soepomo, Mr.Muh Yamin, Ir.Soekarno. untuk menampung ide perseorangan tentang dasar negar dibentuk Panitia Sembilan dan berhasil merumuskan Rancangan Mukadimah (Pembukaan) Hukum26 Dasar yang dinamakan ‘Piagam Jakarta’ atau JakartaCharter oleh Muhammad Yamin pada 22 Juni 1945
-       Rumusan dasar negara yang secara sistematik tercantum dalam alinea keempat, bagian terakhir pada rancangan Mukadimah tersebut adalah sebagai berikut:
         i.          Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
       ii.          Kemanusiaan yang adil dan beradab
      iii.         Persatuan Indonesia
     iv.          Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan
       v.           Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2)  Kedua, mulai 10 Juli sampai 17 Juli 1945. Merupakan masa penentuan dasar negara Indonesia merdeka.Setelah siding BPUPKI berakhir pada 17 Juli 1945,maka pada 9 Agustus 1945 badan tersebut dibubarkan oleh pemerintah Jepang dan dibentuklah Panitia Persiapa Kemerdekaan atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Zyunbi Inkai yang kemudian dikenal sebagai ‘Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
-                 Dalam sidang pertama PPKI, yaitu pada 18 Agustus 1945, berhasil disahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) yang disertai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
-                    Dilakukan perubahan atas Piagam Jakarta tentang lima dasar yang diberi nama Pancasila. Atas prakarsa Moh, Hatta, sila ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’, diubah menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
A. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara      RepublikIndonesia (UUD NRI)Tahun 1945
Ø   Pancasila  menjiwai  seluruh bidang  kehidupan  bangsa  Indonesia.  Dengan  kata  lain, gambar piramidal tersebut mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah  cerminan  dari  jiwa  dan  cita-cita  hukum bangsa Indonesia, sekaligus sebagai sumber hukum tertulis dan tidak tertulis (tertuang  dalam Ketetapan  MPRS  No.  XX/MPRS/1966).

    Dalam pengertian  yang  bersifat  yuridis  kenegaraan, Pancasila  yang  berfungsi  sebagai  dasar  negara  tercantum dalam  Alinea  Keempat  Pembukaan  UUD  NRI  Tahun  1945, yang  dengan  jelas  menyatakan,  “...maka  disusunlah Kemerdekaan  Kebangsaan  Indonesia  itu  dalam  suatuUndang-Undang  Dasar  Negara  Indonesia,  yang  terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan  yang  adil  beradab,  Persatuan  Indonesia,  dan Kerakyatan yang  dipimpin  oleh  hikmat  kebijaksanaan dalam  permusyawaratan/perwakilan,  serta  dengan mewujudkan  suatu  keadilan  sosial  bagi  seluruh  rakyat Indonesia”.
Ø     fungsi pokok Pancasila  sebagai  dasar  negara  pada  hakikatnya  adalah sumber  dari  segala  sumber  hukum Indonesia sebagaimana  tertuang  dalam Ketetapan  MPRS  No.  XX/MPRS/1966.
Ø    Hal  ini  mengandung  konsekuensi yuridis,  yaitu  bahwa  seluruh  peraturan  perundangundangan  Republik  Indonesia  (Ketetapan  MPR,  Undangundang,  Peraturan  Pemerintah,  Keputusan  Presiden  dan Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan oleh  negara  dan  pemerintah  Republik  Indonesia)  harus sejiwa  dan  sejalan  dengan  Pancasila.
Ø  Hubungan  Pancasila dengan  Pembukaan  UUD  NRI  tahun  1945  dapat  dipahami sebagai  hubungan  yang  bersifat  formal  dan  material.
Ø  
o      Hubungan bersifat formal : tata  kehidupan  bernegara  tidak  hanya bertopang  pada  asas  sosial,  ekonomi,  politik,  akan  tetapi dalam  perpaduannya  dengan  keseluruhan  asas  yang melekat  padanya,  yaitu  perpaduan  asas-asas  kultural religius  dan  asas-asas  kenegaraan  yang  unsur-unsurnya terdapat dalam Pancasila.
o   Hubungan bersifat material:menunjuk  pada materi  pokok  atau  isi  Pembukaan yang  tidak  lain adalah Pancasila.  Oleh  karena  kandungan  material  Pembukaan UUD  NRI  tahun  1945  yang  demikian  itulah  maka Pembukaan  UUD  NRI tahun  1945  dapat  disebut  sebagai Pokok  Kaidah  Negara  yang  Fundamental.
Ø  Undang-Undang  Dasar  bukanlah  peraturan hukum  yang  tertinggi.  Di  atasnya  masih  ada  dasar  pokok bagi  Undang-Undang  Dasar,  yaitu  Pembukaan  sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental yang di dalamnya termuat materi Pancasila. Walaupun Undang-Undang Dasar itu merupakan hukum dasar Negara Indonesia yang tertulis atau  konstitusi,  namun  kedudukannya  bukanlah  sebagai landasan hukum yang terpokok.
Ø  Pokok Kaidah yang tertulis mengandung kelemahan, yaitu sebagai hukum  positif,  dengan  kekuasaan  yang  ada  dapat  diubah walaupun  sebenarnya  tidak  sah. Walaupun  demikian, Pokok  Kaidah  yang  tertulis  juga  memiliki  kekuatan,  yaitu memiliki  formulasi  yang  tegas  dan  sebagai  hukum  positif sifat imperatif yang dapat dipaksakan.
Ø  Pembukaan  UUD  NRI tahun  1945  tidak  dapat diubah  karena  menurut  Bakry  (2010:  222),  fakta  sejarah yang terjadi hanya satu kali tidak dapat diubah. Pembukaan UUD  NRI tahun  1945  dapat  juga  tidak  digunakan  sebagai Pokok  Kaidah  tertulis yang  dapat diubah  oleh  kekuasaan yang  ada,  sebagaimana  perubahan  ketatanegaraan  yang pernah  terjadi  saat  berlakunya  Mukadimah  Konstitusi  RIS 1949 dan Mukadimah UUDS 1950.
Ø  Pokok  Kaidah  yang  tidak  tertulis memiliki  kelemahan,  yaitu  karena  tidak  tertulis  maka formulasinya tidak tertentu dan tidak jelas sehingga mudah tidak  diketahui  atau  tidak  diingat.  Walaupun  demikian, Pokok  Kaidah  yang  tidak  tertulis  juga  memiliki  kekuatan, yaitu  tidak  dapat  diubah  dan  dihilangkan  oleh  kekuasaan karena  bersifat  imperatif  moral  dan  terdapat  dalam  jiwa bangsa Indonesia (Bakry, 2010: 223).
Ø  Pokok  Kaidah  yang  tidak  tertulis  mencakup  hukum Tuhan, hukum kodrat, dan hukum etis. Pokok Kaidah yang tidak  tertulis  adalah  fundamen  moral  negara,  yaitu ‘Ketuhanan  Yang  Maha  Esa  menurut  dasar  kemanusiaan yang adil dan beradab.

B.   Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945
Ø  Pembukaan  UUD  NRI  tahun  1945  mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan, citacita  hukum  dan  cita-cita  moral  bangsa  Indonesia. Pokok-pokok  pikiran  tersebut  mengandung  nilai-nilai  yang dijunjung    karena  bersumber dari  pandangan  hidup  dan  dasar  negara,  yaitu  Pancasila. Pokok-pokok pikiran dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
Ø  Hubungan  Pembukaan  UUD  NRI tahun  1945  yang memuat  Pancasila  dengan  batang  tubuh  UUD  NRI tahun 1945  bersifat  kausal  dan  organis.
o   Hubungan  kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD NRI tahun  1945 merupakan  penyebab keberadaan  batang  tubuh  UUD  NRI tahun  1945.
o   Hubungan  organis  berarti Pembukaan  dan  batang  tubuh  UUD  NRI tahun  1945 merupakan  satu  kesatuan  yang  tidak  terpisahkan
Ø   Dengan dijabarkannya  pokok-pokok  pikiran  Pembukaan  UUD  NRI tahun  1945  yang  bersumber  dari  Pancasila  ke  dalam batang  tubuh,  maka  Pancasila  tidak  saja  merupakan  suatu cita-cita hukum, tetapi telah menjadi hukum positif.
Ø  4  pokok  pikiran  yang diciptakan  dan  dijelaskan  dalam  batang  tubuh:
o   Pokok  pikiran  pertama  berintikan  ‘Persatuan’,  yaitu; “negara  melindungi  segenap  bangsa  Indonesia  dan seluruh  tumpah  darah  Indonesia  dengan  berdasar  atas persatuan  dengan  mewujudkan keadilan  sosial  bagi seluruh rakyat Indonesia”. yaitu negara yang melindungi bangsa Indonesia  seluruhnya.
o    Pokok  pikiran  kedua  berintikan  ‘Keadilan  sosial’(causa  finalis)  yaitu; “negara  hendak  mewujudkan  keadilan  sosial  bagi seluruh rakyat”. Hal  ini menunjukkan  bahwa  pokok  pikiran  keadilan  sosial merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa  manusia  Indonesia  mempunyai  hak  dan  kewajiban yang  sama  untuk  menciptakan  keadilan  sosial  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
o   Pokok  pikiran  ketiga  berintikan  ‘Kedaulatan  rakyat’, yaitu; “negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”. Pokok  pikiran  ketiga  mengandung  konsekuensi  logis yang  menunjukkan  bahwa  sistem  negara  yang  terbentuk dalam  Undang-Undang  Dasar  harus  berdasar  atas kedaulatan  rakyat  dan  permusyawaratan  perwakilan.
o   Pokok  pikiran  keempat  berintikan  ‘Ketuhanan  Yang Maha Esa’, yaitu; “negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha  Esa  menurut  dasar  kemanusiaan  yang  adil  dan beradab’. Pokok  pikiran  keempat  menuntut  konsekuensi  logis, yaitu  Undang-Undang  Dasar  harus  mengandung  isi  yang mewajibkan  pemerintah  dan  lain-lain  penyelenggara negara  untuk  memelihara  budi  pekerti  kemanusiaan  yang luhur  dan  memegang  teguh  cita-cita  moral  rakyat  yang luhur.  Pokok  pikiran  ini  juga  mengandung  pengertian taqwa  terhadap  Tuhan  Yang  Maha  Esa  dan  pokok  pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud  menjunjung  tinggi  hak  asasi  manusia  yang  luhur dan  berbudi  pekerti  kemanusiaan  yang  luhur.
Ø  MPR RI telah melakukan amandemen UUD NRI tahun 1945  sebanyak  empat  kali  yang  secara  berturut-turut terjadi  pada  19  Oktober  1999/  18  Agustus  2000/ 9 November  2001/ 10  Agustus  2002.
Ø  Batang tubuh UUD NRI tahun 1945  yang  telah  mengalami  amandemen  dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
o   Pasal-pasal  yang  terkait  aturan  pemerintahan  negara  dan kelembagaan  negara.
o   Pasal-pasal  yang  mengatur hubungan  antara  negara  dan  penduduknya  yang  meliputi warga  negara,  agama,  pertahanan  negara,  pendidikan,  dan kesejahteraan sosial.
o   Pasal-pasal yang berisi materi lain  berupa  aturan  mengenai  bendera  negara,  bahasa negara, lambang negara, lagu kebangsaan, perubahan UUD, aturan peralihan, dan aturan tambahan.
Ø  Contoh  penjabaran Pancasila  ke  dalam  batang  tubuh  melalui  pasal-pasal  UUD NRI tahun 1945:
o   Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara
§ Pasal  1  ayat  (3):  Negara  Indonesia  adalah  negara hukum.
Negara  hukum  yang  dimaksud  adalah  negara yang  menegakkansupremasi  hukum  untuk menegakkan  kebenaran  dan keadilan,  dan  tidak  ada kekuasaan  yang  tidak  dipertanggungjawabkan.
§  Pasal 3 Ayat  (1):  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat berwenang             mengubah  dan  menetapkan  UndangUndang Dasar;
Ayat  (2): Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
                Ayat    (3):  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  hanya dapat  memberhentikan  Presiden  dan/atau  Wakil Presiden  dalam  masa  jabatannya  menurut  UndangUndang Dasar.
o   Wewenang  atau  kekuasaan  Majelis Permusyawaratan  Rakyat  (MPR),  sebagaimana disebutkan pada Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) di atas menunjukkan  secara  jelas  bahwa  MPR  bukan merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan lembaga  negara  tertinggi.  Ketentuan  yang  terkait dengan wewenang atau kekuasaan MPR tersebut juga menunjukkan bahwa dalam ketatanegaraan Indonesia dianut  sistem  horizontal-fungsional  dengan  prinsip saling  mengimbangi  dan  saling  mengawasi antarlembaga negara.
* Hubungan  antara  negara  dan  penduduknya  yang meliputi  warga   negara,        agama,  pertahanan  negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
§  Pasal 26Ayat (2): Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.Orang asing yang menetap di wilayah Indonesia mempunyai  status  hukum  sebagai  penduduk Indonesia. Sebagai  penduduk,  maka  pada  diri  orang asing  itu  melekat  hak  dan kewajiban  sesuai  dengan ketentuan  perundang-undangan  yang  berlaku (berdasarkan  prinsip  yuridiksi  teritorial)  sekaligus tidak  boleh  bertentangan  dengan  ketentuan  hukum internasional  yang  berlaku  umum  (general international law).
§  Pasal 27Ayat  (3): Setiap  warga  negara  berhak  dan  wajib  ikut dalam upaya pembelaan negara.
§  Pasal 29Ayat  (2):  Negara  menjamin  kemerdekaan  tiap-tiap penduduk  untuk  memeluk  agamanya  masing-masing dan  untuk  beribadat  menurut  agamanya  dan kepercayaannya itu.
§  Pasal 31Ayat  (2):  Setiap  warga  negara  wajib  mengikuti pendidikan  dasar  dan  pemerintah  wajib membiayainya;
§  Ayat  (3):  Pemerintah  mengusahakan  dan menyelenggarakan satu  sistem  pendidikan  nasional, yang  meningkatkan  keimanan  dan  ketaqwaan  serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
*Materi  lain  berupa  aturan  bendera  negara,  bahasa negara, lambang negara,dan lagu kebangsaan
§  Pasal 35 Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
§  Pasal 36 Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
§  Pasal 36A Lambang  Negara  ialah  Garuda Pancasila  dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
§   Pasal 36B Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
                    
C. Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam Bidang Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan Hankam
Ø  Penjabaran  keempat  pokok  pikiran  Pembukaan  ke dalam  pasal-pasal  UUD  NRI tahun  1945  mencakup  empat aspek  kehidupan  bernegara,  yaitu: politik,  ekonomi,  sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadi POLEKSOSBUD  HANKAM.  Aspek  politik  dituangkan  dalam pasal  26,  pasal  27  ayat  (1),  dan  pasal  28. Aspek  ekonomi dituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34
Aspek  sosial  budaya  dituangkan  dalam  pasal  29,  pasal  31, dan  pasal  32.Aspek  pertahanan  keamanan  dituangkan dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 (Bakry, 2010: 276).
Ø    Rakyat  merupakan  asal  mula kekuasaan  dan  oleh  karena  itu,  politik  Indonesia  yang dijalankan  adalah  politik  yang  bersumber  dari  rakyat, bukan  dari  kekuasaan  perseorangan  atau  kelompok  dan golongan.
Ø  Sistem  politik  yang  dikembangkan  adalah sistem yang memperhatikan Pancasila sebagai dasar-dasar moral politik. Dalam hal ini, kebijakan negara dalam bidang politik  harus  mewujudkan  budi  pekerti  kemanusiaan  dan memegang  teguh  cita-cita  moral  rakyat  yang  luhur  untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ø  pasal 33 ayat (4) ditetapkan bahwa perekonomian  nasional  diselenggarakan  berdasar  atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi ,  berkelanjutan,  berwawasan  lingkungan, kemandirian,  serta  dengan  menjaga  keseimbangan kemajuan  dan  kesatuan  ekonomi  nasional.
Ø  Dengan  demikian,  sistem  perekonomian  yang berdasar  pada  Pancasila  dan  yang  hendak  dikembangkaN dalam  pembuatan  kebijakan  negara  bidang  ekonomi  di Indonesia  harus terhindar  dari  sistem  persaingan  bebas, monopoli  dan  lainnya  yang  berpotensi  menimbulkan penderitaan  rakyat  dan  penindasan  terhadap  sesama manusia.  Sebaliknya,  sistem  perekonomian  yang  dapat dianggap  paling   sesuai  dengan  upaya mengimplementasikan  Pancasila  dalam  bidang  ekonomi adalah  sistem  ekonomi  kerakyatan,  yaitu  sistem  ekonomi yang  bertujuan  untuk  mencapai  kesejahteraan  rakyat secara luas.
Ø  implementasi  Pancasila  dalam  pembuatan kebijakan negara dalam bidang sosial budaya : nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam  masyarakat  Indonesia  diwujudkan  dalam proses  pembangunan  masyarakat  dan  kebudayaan  di Indonesia.
Ø   Menurut  Koentowijoyo,  sebagaimana  dikutip oleh  Kaelan  (2000:  240),  sebagai  kerangka  kesadaran, Pancasila  dapat  merupakan  dorongan  untuk:  1) universalisasi,  yaitu  melepaskan  simbol-simbol  dari keterkaitan  struktur;  dan  2)  transendentalisasi,  yaitu meningkatkan  derajat  kemerdekaan,  manusia,  dan kebebasan  spiritual.  Dengan  demikian,  Pancasila  sebagai sumber  nilai  dapat  menjadi  arah  bagi  kebijakan  negara dalam  mengembangkan  bidang  kehidupan  sosial  budaya Indonesia  yang  beradab,  sesuai  dengan  sila  kedua,kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ø  hak  dan  kewajiban  warga negara merupakan satu kesatuan, yaitu bahwa untuk turut serta dalam bela negara pada satu sisi merupakan hak asasi manusia, namun pada sisi lain merupakan kewajiban asasi manusia.
Ø  implementasi  Pancasila  dalam  pembuatan kebijakan  negara  dalam  bidang  pertahanan  keamanan harus  diawali  dengan  kesadaran  bahwa  Indonesia  adalah negara  hukum. Dengan  demikian  dan  demi  tegaknya  hakhak  warga  negara,  diperlukan  peraturan  perundangundangan negara untuk mengatur ketertiban warga negara dan  dalam  rangka  melindungi  hak-hak  warga  negara.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Ø  ideologi  memiliki  fungsi  penting  untuk penegas  identitas  bangsa  atau  untuk  menciptakan  rasa kebersamaan  sebagai  satu  bangsa.  Namun  di  sisi  lain, ideologi  rentan  disalahgunakan  oleh  elit  penguasa  untuk melanggengkan kekuasaan.
Ø  Ideologi  itu,  menurut  Oesman  dan  Alfian  (1990:  6),berintikan  serangkaian  nilai  (norma)  atau  sistem  nilai dasar  yang  bersifat  menyeluruh  dan  mendalam  yang dimiliki  dan  dipegang  oleh  suatu  masyarakat  atau  bangsa sebagai  wawasan  atau  pandangan  hidup  bangsa  mereka. Ideologi  merupakan  kerangka  penyelenggaraan  negara untuk mewujudkan cita-cita bangsa
Ø  Ideologi bangsa adalah cara  pandang  suatu  bangsa  dalam  menyelenggarakan negaranya.  Ideologi adalah  suatu  sistem  nilai  yang  terdiri atas  nilai  dasar  yang  menjadi  cita-cita  dan  nilai instrumental  yang  berfungsi  sebagai  metode  atau  cara mewujudkan  cita-cita  tersebut.
Ø  Menurut  Alfian  (1990) kekuatan  ideologi  tergantung  pada  kualitas  tiga  dimensi yang terkandung di dalam dirinya:
· dimensi  realita,  bahwa  nilai-nilai dasar  yang  terkandung  dalam  ideologi  itu  secara  riil berakar  dan  hidup  dalam  masyarakat  atau  bangsanya, terutama  karena  nilai-nilai  dasar  tersebut  bersumber  dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
·      dimensi  idealisme,  bahwa  nilai-nilai  dasar ideologi tersebut mengandung idealisme, bukan lambungan angan-angan,  yang  memberi  harapan  tentang  masa  depan yang  lebih  baik  melalui  perwujudan  atau  pengalamannya dalam  praktik kehidupan  bersama  mereka  sehari-hari dengan berbagai dimensinya.
·   dimensi  fleksibilitas  atau  dimensi pengembangan,  bahwa  ideologi  tersebut  merangsang pengembangan  pemikiran-pemikiran  baru  yang  relevan tentang  dirinya,  tanpa  menghilangkan  atau  mengingkari hakikat  atau  jati  diri
Ø  Fungsi Ideologi yaitu memberikan:
·   Struktur  kognitif,  yaitu  keseluruhan  pengetahuan  yang didapat  merupakan  landasan  untuk  memahami  dan menafsirkan  dunia  dan  kejadian-kejadian  dalam  alam sekitranya.
·    Orientasi  dasar  dengan  membuka  wawasan  yang memberikan  makna  serta  menunjukkan  tujuan  dalam kehidupan manusia.
·   Norma-norma  yang  menjadi  pedoman  dan  pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan betindak.
·         Bekal  dan  jalan  bagi  seseorang  untuk  menemukan identitasnya.
·   Kekuatan  yang  mampu  menyemangati  dan  mendorong seseorang  untuk  menjalankan  kegiatan  dan  mencapai tujuannya.
·         Pendidikan  bagi  seseorang  atau  masyarakat  untuk memahami,  menghayati  serta  memolakan  tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma
Ø  Dalam  konteks  Indonesia, Perhimpunan Indonesia (PI) yang dipimpin  oleh  Drs.  Moh.  Hatt a (1926-1931)  di  Belanda,  sejak 1924  mulai  merumuskan konsepsi  ideologi  politiknya,bahwa  tujuan  kemerdekaan politik  haruslah  didasarkan  pada
empat  prinsip:  persatuan nasional,  solidaritas,  nonkooperasi  dan  kemandirian 
Ø  Soepomo,  dalam  sidang BPUPKI  pada  tanggal  31  Mei 1945,  memberikan  tiga  pilihan ideologi,  yaitu:  (1)  paham indvidualisme,  (2)  pahamkolektivisme  dan  (3)  paham integralistik
Ø  Paham  integralistik  merupakan  kerangka  konseptual makro  dari  apa  yang  sudah  menjiwai  rakyat  kita  di kesatuan masyarakat yang kecil-kecil
Ø  Periode  1950-1959  disebut  periode  pemerintahan demokrasi  liberal.  Sistem  parlementer  dengan  banyak partai politik memberi nuansa baru sebagaimana terjadi di dunia Barat. Ketidakpuasan dan gerakan kedaerahan cukup kuat  pada  periode  ini,  seperti  PRRI  dan  Permesta  pada tahun 1957 (Bourchier dalam Dodo dan Endah (ed), 2010: 40).  Keadaan  tersebut  mengakibatkan  perubahan  yangbegitu signifikan dalam kehidupan bernegara
Ø  Indonesia  tidak  menerima  liberalisme  dikarenakan individualisme  Barat  yang  mengutamakan  kebebasan makhluknya, sedangkan paham integralistik yang kita anut memandang  manusia  sebagai  individu  dan  sekaligus  juga makhluk  sosial 
Ø  negara  liberal  memberi  kebebasan  kepada warganya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai  dengan  agamanya  masing-masing.  Namun  dalam negara liberal  diberikan  kebebasan  untuk  tidak  percaya terhadap  Tuhan  atau  atheis,  bahkan  negara  liberal memberi  kebebasan  warganya  untuk  menilai  dan mengkritik  agama. 
Ø  kekuatan  liberalisme terletak  dalam  menampilkan  individu  yang  memiliki transenden dan bermodalkan kebendaan pribadi. Sedangkan  kelemahannya  terletak  dalam  pengingkaran terhadap  dimensi  sosialnya  sehingga  tersingkir  tanggung jawab  pribadi  terhadap  kepentingan  umum  (Soeprapto dalam  Nurdin,  2002:  40-41). Karena  alasan-alasan  itulah  kenapa  Indonesia  tidak  cocok menggunakan ideologi liberalisme.

B. Pancasila dan Komunisme

Ø   Dalam periode 1945-1950 kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sudah kuat. Namun, ada berbagai faktor internal dan eksternal yang memberi nuansa tersendiri terhadap kedudukan Pancasila. Faktor eksternal mendorong bangsa Indonesia untuk menfokuskan diri terhadap agresi asing apakah pihak Sekutu atau NICA yang merasa masih memiliki Indonesia sebagai jajahannya. Di pihak lain, terjadi pergumulan yang secara internal sudah merongrong Pancasila sebagai dasar negara, untuk diarahkan ke ideologi tertentu, yaitu gerakan DI/TII yang akan mengubah Republik Indonesia menjadi negara Islam dan Pemberontakan PKI yang ingin mengubah RI menjadi negara komunis (Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1982/83 kemudian dikutip oleh Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 39).
Ø     Komunisme tidak pernah diterima dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan negara komunisme lazimnya bersifat atheis yang menolak agama dalam suatu Negara. Sedangkan Indonesia sebagai negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan pilihan kreatif dan merupakan proses elektis inkorporatif. Artinya pilihan negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa adalah khas dan nampaknya sesuai dengan kondisi objektif bangsa Indonesia (Kelan, 2012: 254-255).
Ø    Selain itu, ideologi komunis juga tidak menghormati manusia sebagai makhluk individu. Prestasi dan hak milik individu tidak diakui. Ideologi komunis bersifat totaliter, karena tidak membuka pintu sedikit pun terhadap alam pikiran lain. Ideologi semacam ini bersifat otoriter dengan menuntut penganutnya bersikap dogmatis, suatu ideologi yang bersifat tertutup. Berbeda dengan Pancasila yang bersifat terbuka, Pancasila memberikan kemungkinan dan bahkan menuntut sikap kritis dan rasional. Pancasila bersifat dinamis, yang mampu memberikan jawaban atas tantangan yang berbeda-beda dalam zaman sekarang (Poespowardojo, 1989: 203-204).

D.   Pancasila dan Agama

Ø    Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan negara dan agama merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding Fathers Negara Republik Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri negara yang tertuang dalam Pancasila merupakan karya khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa Indonesia (Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012). Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan dengan agama Islam, Kristen, Budha, Hindu dan bahkan juga Animisme (Chaidar, 1998: 36).
Ø Pada saat kemerdekaan, sekularisme dan pemisahan agama dari negara didefinisikan melalui Pancasila. Ini penting untuk dicatat karena Pancasila tidak memasukkan kata sekularisme yang secara jelas menyerukan untuk memisahkan agama dan politik atau menegaskan bahwa negara harus tidak memiliki agama. Akan tetapi, hal-hal tersebut terlihat dari fakta bahwa Pancasila tidak mengakui satu agama pun sebagai agama yang diistimewakan kedudukannya oleh negara dan dari komitmennya terhadap masyarakat yang plural dan egaliter.
Ø   Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan saling menunjang dan saling  mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus membuang dan menanggalkan yang lain. Selanjutnya Kiai Achamd Siddiq menyatakan bahwa salah satu hambatan utama bagi proporsionalisasi ini berwujud hambatan psikologis, yaitu kecurigaan dan kekhawatiran yang datang dari dua arah (Zada dan Sjadzili (ed), 2010:79).
Ø  Moral Pancasila bersifat rasional, objektif dan universal dalam arti berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia. Moral Pancasila juga dapat disebut otonom karena nilainilainya tidak mendapat pengaruh dari luar hakikat manusia Indonesia, dan dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis. Tidak dapat pula diletakkan adanya bantuan dari nilai-nilai agama, adat, dan budaya, karena secara de facto nilai-nilai Pancasila berasal dari agamaagama serta budaya manusia Indonesia. Hanya saja nilai-nilai yang hidup tersebut tidak menentukan dasar-dasar Pancasila, tetapi memberikan bantuan dan memperkuat (Anshoriy, 2008: 177).
Ø  Bilamana dirinci, maka hubungan negara dengan agama menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):
  a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
  b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang ber- Ketuhanan yang Maha Esa.
 c. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan
 d. ibadah sesuai dengan agama masingmasing.
  e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karenan ketakwaan itu bukan hasil peksaan bagi siapapun juga.
   f. Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
   g. Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggatakan negara harus sesuai dengan nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara.
   h. Negara pda hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Allah yang Maha Esa”.
Ø  Implikasinya, fungsi ideologi negara bagi bangsa Indonesia amat penting dibandingkan dengan pentingnya ideologi bagi negara-negara lain terutama yang bangsanya homogen. Bagi bangsa Indonesia, ideologi sebagai identitas nasional merupakan prasyarat kestabilan negara, karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen. Hadirnya ideologi Pancasila tersebut, paling tidak akan berfungsi untuk:
   1) menggambarkan cita-cita bangsa, ke arah mana bangsa ini akan bergerak;
  2) menciptakan rasa kebersamaan dalam keluarga besar bangsa Indonesia sesuai dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika; dan
 3) menggairahkan seluruh komponen bangsa dalammewujudkan cita-cita bangsa dan negara Republik Indonesia.

Ø  PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Ø  Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia mengandung pengertian sebagai hasil perenungan mendalam dari para tokoh pendiri negara (the founding fathers) ketika berusaha menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasar negara untuk di atasnya didirikan negara Republik Indonesia. Hasil perenungan itu secara resmi disahkan bersamaan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia.

Ø  A. Pengertian Filsafat

Ø     Istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, (philosophia), tersusun dari kata philos yang berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dan kata sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis, inteligensi (Bagus, 1996: 242). Dengan demikian philosophia secara harfiah berarti mencintai kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan juga dikenal dalam bahasa Inggris, wisdom. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep yang bermanfaat bagi peradaban manusia.
Ø  Secara umum, filsafat merupakan ilmu yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Berdasarkan pengertian umum ini, ciri-ciri filsafat dapat disebut sebagai usaha berpikir radikal, menyeluruh, dan integral, atau dapat dikatakan sebagai suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam dalamnya.
Ø    Dalam pengertiannya sebagai pengetahuan yang menembus dasar-dasar terakhir dari segala sesuatu, filsafat memiliki empat cabang keilmuan yang utama, yaitu:
o   1) Metafisika; cabang filsafat yang mempelajari asal mula segala sesuatu yang-ada dan yang mungkin-ada. Metafisika terdiri atas metafisika umum yang selanjutnya disebut sebagai ontologi, yaitu ilmu yang membahas segala sesuatu yang-ada, dan metafisika khusus yang terbagi dalam teodesi yang membahas adanya Tuhan, kosmologi yang membahas adanya alam semesta, dan antropologi metafisik yang membahas adanya manusia.
o 2 Epistemologi; cabang filsafat mempelajari seluk beluk pengetahuan. Dalam epistemologi, terkandungpertanyaan-pertanyaan mendasar tentang pengetahuan, seperti kriteria apa yang dapat memuaskan kita untuk mengungkapkan kebenaran, apakah sesuatu yang kita percaya dapat diketahui, dan apa yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan yang dianggap benar.
o   3) Aksiologi; cabang filsafat yang menelusuri hakikat nilai. Dalam aksiologi terdapat etika yang membahas hakikat nilai baik-buruk, dan estetika yang membahas nilai-nilai keindahan. Dalam etika, dipelajari dasar-dasar benarsalah dan baik-buruk dengan pertimbanganpertimbangan moral secara fundamental dan praktis. Sedangkan dalam estetika, dipelajari kriteria-kriteria yang mengantarkan sesuatu dapat disebut indah.
o   4) Logika; cabang filsafat yang memuat aturan-aturan berpikir rasional. Logika mengajarkan manusia untuk menelusuri struktur-struktur argumen yang mengandung kebenaran atau menggali secara optimal pengetahuan manusia berdasarkan bukti-buktinya. Bagi para filsuf, logika merupakan alat utama yang digunakan dalam meluruskan pertimbangan-pertimbangan rasionalmereka untuk menemukan kebenaran dari problemproblem kefilsafatan.

. Filsafat Pancasila

Ø   Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat,karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding fathers Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem (AbdulGani, 1998).Pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil, bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Ø   Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat Pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak hanya bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujudfilsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life atau weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat (Salam, 1988: 23-24).

1.       Dasar Ontologis Pancasila

Ø     Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu benar-benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas. Melalui tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status istilah yang digunakan, isi dan susunan sila-sila, tata hubungan, serta kedudukannya. Dengan kata lain, pengungkapan secara ontologis itu dapat memperjelas identitas dan entitas Pancasila secara filosofis.
Ø   Ciri-ciri dasar dalam setiap sila Pancasila mencerminkan sifat-sifat dasar manusia yang bersifat dwi-tunggal. Ada hubungan yang bersifat dependen antara Pancasila dengan manusia Indonesia. Artinya, eksistensi, sifat dan kualitasPancasila amat bergantung pada manusia Indonesia. Selain ditemukan adanya manusia Indonesia sebagai pendukung pokokPancasila, secara ontologis, realitas yang menjadikan sifat-sifat melekat dan dimiliki Pancasila dapat diungkap sehingga identitas dan entitas Pancasila itu menjadi sangat jelas.Soekarno menggunakan istilah Pancasila untuk memberi lima dasar negara yang diajukan. Dua orang sebelumnya Soepomo dan Muhammad Yamin meskipun menyampaikan konsep dasar negara masing-masing tetapi tidak sampai memberikan nama. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang didalamnya duduk Soekarno sebagai anggota, menggunakan istilah Pancasila yang diperkenankan Soekarno menjadi nama resmi Dasar Negara Indonesia yang isinya terdiri dari lima sila, tidak seperti yang diusulkan Soekarno melainkan seperti rumusan PPKI yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

2. Dasar Epistemologis Pancasila

Ø  Epistemologi Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan Pancasila. Eksistensi Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan penyederhanaan terhadap realitas yang ada dalam masyarakat bangsa Indonesia dengan lingkungan yang heterogen, multikultur, dan multietnik dengan cara menggali nilai-nilai yang memiliki kemiripan dan kesamaan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia (Salam, 1998: 29).
Ø  Pancasila memiliki kebenaran korespondensi dari aspek epistemologis sejauh sila-sila itu secara praktis didukung oleh realita yang dialami dan dipraktekkan oleh manusia Indonesia. Pengetahuan Pancasila bersumber pada manusia Indonesia dan lingkungannya. Pancasila dibangun dan berakar pada manusia Indonesia beserta seluruh suasana kebatinan yang dimiliki.
Ø  Dasar epistemologis Pancasila juga berkait erat dengan dasar ontologis Pancasila karena pengetahuan Pancasila berpijak pada hakikat manusia yang menjadi pendukung pokok Pancasila (Kaelan, 2002: 97). Secara lebih khusus, pengetahuan tentang Pancasila yang sila-sila di dalamnya merupakan abstraksi atas kesamaan nilai-nilai yang ada dan dimiliki oleh masyarakat yang pluralistik dan heterogen adalah epistemologi sosia
3. Dasar Aksiologis Pancasila

Ø  Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi, Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang, karena Pancasila bukan nilain yang ada dengan sendirinya (given value) melainkan nilai yang diciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilaidalam Pancasila hanya bisa dimengerti dengan mengena lmanusia Indonesia dan latar belakangnya.
Ø  Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi arah bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya menyesuaikan dengan sifatsifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebagai nilai instrumental, Pancasila tidak hanya mencerminkan identitas manusia Indonesia,melainkan juga berfungsi sebagai cara (mean) dalam mencapai tujuan, bahwa dalam mewujudkan cita-cita negara bangsa, Indonesia menggunakan cara-cara yang berketuhanan, berketuhanan yang adil dan beradab, berpersatuan, berkerakyatan yang menghargai musyawarah dalam mencapai mufakat, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ø  Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mempunyai tingkatan dan bobot yang berbeda. Meskipun demikian, nilainilai itu tidak saling bertentangan, bahkan saling melengkapi. Hal ini disebabkan sebagai suatu substansi, Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, atau kesatuan organik (organic whole). Dengan demikian berarti nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh pula. Nilai-nilai itu saling berhubungan secara erat dan nilai-nilai yang satu tidak dapat dipisahkan dari nilai yang lain. Atau nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia itu akan memberikan pola (patroon) bagi sikap, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia (Kaelan, 2002: 129).


-Ganbatte Kudasai-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar